EntertainmentSports

Que Vadis, Trent Alexander Arnold?

12
×

Que Vadis, Trent Alexander Arnold?

Share this article
Selebrasi TAA Melawan Leicester City Via Goal.com
Selebrasi TAA Melawan Leicester City Via Goal.com

Dua minggu ini terasa spesial bagi Liverpool. Menyelesaikan kontrak dua pemain andalannya, hingga kemenangan di laga kemarin malam melawan Leicester City yang membuat satu tangan mereka sudah menggenggam trofi Liga Inggris musim ini. Yang cukup spesial, gol semata wayang itu diciptakan Trent Alexander Arnold, yang datang dari bangku cadangan. Gol yang memuluskan jalan menuju gelar ke-20 hingga selebrasi menggantung jersey mengimplikasikan pesan tersirat. Bahwa hal yang dirayakan saat itu adalah momen indah untuk terakhir kalinya.

Balada Akamsi

Semenjak diorbitkan sejak tahun 2018, sosok Trent langsung mengunci posisi sisi kanan pertahanan si Merseyside Merah. Klopp menjadikannya sebagai pemain fundamental dalam mengimplikasikan strategi gegenpressing yang membutuhkan pemain belakang yang aktif dalam mengakomodasi serangan. Umpan-umpan silangnya sukses memanjakan lini depan Liverpool dan membuatnya menjadi sosok playmaker dalam tim. Kedatangan Arne Slot seakan tidak menggerus betapa vitalnya sosok Trent bagi The Reds. Umpan-umpan kreatifnya menjadi senjata mematikan yang bagi pertahanan lawan.

Layaknya cerita fantasi, akhir kisah Trent dengan Liverpool tampaknya akan menemui klimaksnya akhir musim ini. Sosoknya sebagai akamsi dan talenta generasional dari akademi klub membuatnya memiliki tanggung jawab lebih terkait situasi kontrak yang mandek. Apalagi Trent tetap memilih diam dan menganggap diskusi kontraknya dengan klub bukanlah makanan bagi media. Berbeda dengan sosok Mo Salah dan Van Dijk, yang terang-terangan ‘memaksa’ klub untuk segera memperpanjang kontrak mereka. Mereka tau bahwa legacy tim harus dipertahankan dan mereka sadar bahwa mereka menemukan rumah di klub ini.

Menjadi Legenda

Trent selayaknya pemain lokal, menjalani mimpi anak-anak kecil di Liverpool dan sukses memenangkan berbagai gelar bersama Liverpool. Namun ambisinya terlalu besar dibandingkan rasa cinta. Local Lads, mengambil jalan terjal. Rumor-rumor terus berdengung, hingga akhirnya rayuan dari si putih Madrid lebih menggiurkan. Ambisi akan raihan trofi yang lebih banyak dan keinginan untuk merasakan atmosfer baru jadi salah satu sebab, menganulir rumor-rumor bahwa nilai yang akan dia dapatkan di Liverpool tidak sebanding dengan jasanya selama ini. Apalagi sosok bestie di Los Blancos, Jude Bellingham, menjadi agen senyap yang merayu Trent untuk meninggalkan legacy dan kesempatan menjadi legenda hidup si Merah.

Sosok Steven Gerrard, sang ikon Anfield, juga pernah hampir berpindah ke Chelsea pada tahun 2005 silam. Godaan akan gelar mentereng hingga kemungkinan bermain di level lebih tinggi membuat Gerrard rela melepaskan ban kapten klub masa kecilnya. Namun, gelar juara Liga Champions 2005 membuatnya memilih bertahan hingga masa habisnya di Anfield. Tapi Trent bukanlah seorang Gerrard. Trent pada laga itu begitu emosional. Wajar saja, begitu kabar dia menyetujui kontrak bersama Real Madrid, cacian dan hinaan, menjadi konsekuensi yang dia terima. Selebrasi ikonik dan gol pemulus gelar juara, jadi jawaban atas kegundahan Trent. Masih belum ada jawaban atas teka-teki, namun pesan tersirat begitu terpampang. Tapi apapun bisa terjadi di bulan Juni nanti. Selagi masih di sini, mari rayakan gelar juara bersama dan jadilah legenda. Toh, jika akhirnya pergi, tidak ada pemain yang lebih besar dari klub.